Total Tayangan Halaman

Minggu, 23 Maret 2014

Ve BUKAN Veranda Ku





 “Tidak!” jeritku. Kutersentak dan terbangun dari tidur panjangku semalam. Ya, mimpi buruk ini yang memaksaku bangun dari kenyataan. Mimpi ini sungguh nyata kurasakan, mimpi ini sungguh melekat di pikiran dan hatiku, namun bukan gambaran yang jelas. Karena mimpi itulah yang membuat seluruh bulu kudukku merinding dan rasa berjaga-jaga terus memenuhi diriku ini.
          Aku mencoba untuk mengingat kembali mimpi itu dengan baik dan seksama, tetapi hasilnya, tetap saja yang kuingat hanyalah sebuah kejadian saat aku bertemu oleh sosok wanita bermuka pucat pasi yang saat itu tengah menatapku dengan tatapan penuh amarah. Pikirku, apakah itu hanya mimpi dan bunga tidur atau mimpi yang benar-benar nyata?
          Aku melihat dari sela-sela jendela, disana terhampar luas langit yang mulai menampakan cahaya nya. Dan cahaya itulah yang sukses memaksaku memberanikan diri untuk melihat jam weker ku yang posisi nya tepat berada disamping kanan tempat tidurku. Dan beruntungnya, jam kesayanganku itu baru menunjukkan angka enamnya- enam pagi, aku menghela nafas tenang dan senang.Karena, jika bukan karena mimpi itu aku tidak akan melihat jam enam pagi dihadapanku saat ini.
           Semua kegiatan sudah ku lakukan mulai dari mandi, berdandan, juga menata buku masuk ke tempatnya. Semua sudah terlaksana dan selesai dengan rapi. Tapi, tiba-tiba konsentrasiku buyar ketika suara lembut yang meskipun terdengar melengking itu dengan sengaja memasuki ruang dengarku. Dan suara itulah yang menyuruhku segera ke luar dari kamarku. “Lama banget, ayo cepetan” kata pertama yang keluar dari bibir temanku Ve pagi itu.
           Saat menaiki mobil, tiba-tiba bulu kudukku merinding dan aku merasa seperti ada seseorang selain aku, Ve, dan Frieska. Tapi, aku tidak tau betul makhluk jenis apa itu dan siapa dia. Ku beranikan untuk menengok ke belakang, tetapi…..tidak ada orang selain Frieska di jok belakang mobil ini.
        
            Memang aku ini terlalu peka dengan sekitar sehingga jika ada makhluk dari bangsa lain sedang mengamatiku atau sedang berada di dekatku, aku selalu bisa merasakan kehadirannya dengan bulu kudukku yang merinding. Tapi tidak satu pun dari mereka yang bisa aku lihat dengan mata telanjang.
            Menurutku hari ini tidak sebaik hari kemarin, karena sebelum aku mengerjakan satu hal saja, sudah banyak kejadian aneh yang lebih dekat denganku. Dari mimpiku yang benar-benar terasa terlihat nyata sampai kejadian yang hanya beberapa orang saja yang dapat merasakan kejadian itu.
            Memang benar jika kurasa hari ini akan menjadi hari yang buruk bagiku. Bayangkan saja, saat aku pulang kuliah, tempat kos ku kosong tanpa penghuni seorangpun! Karena aku pulang lebih awal daripada Ve dan Frieska. Sungguh menyeramkan! Tempat kos ku yang lumayan besar ini lebih terkesan seperti bangunan-bangunan kuno. Belum lagi beberapa barang antik yang memenuhi lobi kos ini…, entah kenapa terlihat lebih mengerikan dari hari-hari sebelumnya, suasana mencekam benar-benar terasa di benakku,
            Malam hari.
            Aku merasa sangat bosan untuk berada di lobi.
Kali ini kos ku terasa lebih sepi karena tak ada lagi suara ribut penghuni kos lain seperti biasanya, mereka sedang liburan. Apalagi setiap aku, Frieska, dan Ve sedang menonton TV bersama penghuni kos yang lain. Kurasakan tidak ada ekspresi baik dari Ve dan Frieska, wajah mereka selalu saja tegang, hingga jarang sekali aku mendapat senyum yang terlukis diwajah mereka. Apalagi sampai tawa dan omelan akrab dari mereka.
             Ku putuskan untuk menonton film di laptopku yang letaknya berada dilantai dua bagian pojok. Kamarku tepat bersebelahan dengan kamar Frieska yang mungkin lebih membuatku merasa tenang waktu aku ketakutan.
             “Kinal,” teriak Frieska dari lantai bawah.
             “Iya Fries. Ada apa?” jawabku dari kejauhan.
             “Nal, aku mau pergi dulu keluar nyari makan buat mala mini, kamu mau ikut gak?”
              “Enggak Fries.. Aku disini aja lah, kalo kamu berkenan lebih baik aku di bungkuskan aja deh. Oke Fries?” teriakku pada Frieska yang saat ini jaraknya mungkin agak dekat denganku. Tapi tidak sedikitpun kudengar respon darinya lagi, dia pergi begitu saja.
               Aku melanjutkan menonton film di kamarku ini. Tiba-tiba entah kenapa bulu kudukku kembali merinding bersamaan dengan badanku yang mulai gemetaran. Aku bisa merasakan betul kalo saat ini “dia” sedang berada disekitarku…. Ya dialah makhluk yang sama sekali tidak aku harapkan kedatangannya.
              “Klik.” Ku percepat sedikit film ini sampai bagian tengah.
              “Aduh, sial tenggorokanku kering, haus banget. Aku males banget buat turun, mau manggil Ve tapi gak mungkin. Ah turun aja deh,” gumamku sambil mendengus kesal.
              Karena tenggorokanku yang kering ini aku terpaksa turun ke lantai bawah hanya buat ngambil minum. Tapi, lagi-lagi suasana sepi kembali mencekam. Padahal, sebelumnya belum pernah aku rasakan suasana kos seperti ini. Aku merasa…hanya ada aku di kos ini, biasanya ada Ibu kos yang mengajak ngobrol teman-teman lain tapi beliau sedang ke luar kota. Sekarang aku merasa tidak ada satupun suara yang ada di kos ini.
               Kulangkahkan kaki ku ke dapur, karena di sanalah tempat lemari es kami berada. Sebelum benar-benar sampai di dapur,aku melewati sebuah kamar, kamar Ve.. Perlahan kuintip di sela pintu yang sedikit terbuka,aku melihat sosok perempuan sedang duduk membelakangiku dan ternyata itu Ve temanku.
Hufftt…..
               “Loh, Ve gak ikut Frieska cari makan ya? Aku kira kamu ikut tadi,” tanyaku pada Ve yang masih tegap pada posisinya tadi. Dia sama sekali tidak berpaling kearahku.
                Tidak mau kalah, aku mencoba memanggil Veranda yang masih asik dengan kerjaan nya tadi, karena aku ingin sekali dapat jawaban nyata dari Ve.
Lebih lima kali aku memanggi namanya dan mengulang-ulang pertanyaanku tadi, tatpi tidak sedikitpun aku mendapat respon darinya. Dia seakan-akan tidak menyadari keberadaanku. Karena lelah, akhirnya aku pun menuju dapur dan mengambil minum. Mungkin Ve lagi bete atau dia sedang pms…ya begitulah mungkin mungkin mungkin.
                  Ku tutup pintu kulkas dengan keras, dan kemudian kembali ke kamarku. Ku rebahkan kembali tubuhku diatas kasur dan ku ambil laptopku, dengan bosan ku percepat terus-menerus durasi film ini.
                  Beberapa detik kemudian, tiba-tiba kembali kurasakan kehadiran “dia”. Suasana mencekam mulai terasa jelas dikamarku ini. Aku merasakan tubuh ini kedinginan padahal hari ini cuaca lumayan panas.
                  Setelah rasa dingin yang aku rasakan, kemudian aku mencium bau anyir yang jelas tercium di ruangan ini, bau jelas anyir bau darah segar. Aku melihat ke kanan dan kiri ku dengan cemas. Perasaanku saat ini sangat kacau. Ketakutanku semakin menjadi-jadi karena semua kejadian aneh yang aku alami dalam satu hari ini.
                  Ku pojokkan diriku ke kasur tidurku dan ku matikan laptopku. Ku lilitkan bed cover ke semua bagian tubuhku, karena hawa dingin tadi masih kurasakan. Bau anyir pun semakin jelas tercium, aku benar-benar tidak tau darimana asal bau anyir ini. Mengalami semua keadaan malam ini, jantungku terus-menerus berdegup kencang.
                 Tiba-tiba aku kembali terkejut! Kali ini karena bunyi HP ku yang berada di lobi berdering keras. Karena posisiku saat ini sangat jauh untuk menerima telpon itu, jadi ku putuskan untuk membiarkan saja telpon itu, karena kurasa Ve akan mengantarkannya ke kamarku.
                 Namun, HP ku terus berbunyi dering melengkin ditelingaku, sampai aku pusing mendengarnya. Sudah lebih tiga kali HP itu berbunyi, dan tidak ada tanda-tanda kalau Ve bakal mengangkat dan mengantarkannya. Hari ini Ve bersikap aneh, kenapa Veranda enggan mengangkat telpon itu padahal letak kamarnya  dan lobi ada di satu lantai dan lumayan dekat.
                 Dengan terpaksa aku melangkahkan kakiku keluar kamar dan kuintip kamar Ve dari lantai dua. Ternyata benar, Ve masih ada di posisinya semula, sepertinya sedang serius mengerjakan tugas.
                 “Ve, kamu denger gak sih HP ku bunyi?  Angkatin dong, kali aja Frieska yang nelpon nanyain makan buat malam ini. Cepat Ve!” perintahku seenaknya. Namun, Veranda hanya bergeming, kali ini untuk kedua kalinya dia tidak meresponku. Apa dia marah karena aku memerintahnya?
                 “Ve..angkat dong, aku males nih. Kinal capek nih Ve,” ucapku dengan rasa kesal dan marah.
                 “Ve, dengerin Kinal gak sih?” tanyaku yang kali ini dengan teriakan kesal.
                 Aku benar-benar tidak sabar menunggu jawaban dari Ve yang sepertinya enggan mengangkat telpon. Akhirnya aku menyerah. Dengan malas kulangkahkan kaki ini ke lobi untuk mengangkat telpon di HP ku.
                 Namun, saat berjalan menuju tangga untuk turun ke lantai bawah, kembali tercium bau anyir yang menyengat. Bau anyir ini benar-benar membuatku ingin pingsan menciumnya.
                 Ku tutupi hidungku selama aku berjalan di anak tangga hingga sampai ke meja lobi kos ini. Sebelum ku raih HP ku, kusempatkan melirik kearah kamar untuk melihat Veranda yang masih asik dengan..entah apa yang dikerjakannya.
                 “Hallo, assalamualaikum,” sapa ku ditelpon tanpa melihat identitas penelpon.
                 “Kinal, ini Veranda. Kamu mau pesan apa? Ini aku sama Frieska udah nyampe di rumah makan.”
                   Deg


 I…itu suara Veranda teman ku! Ya, aku gak mungkin salah! Lalu, jika Ve ikut Frieska nyari makan…terus siapa yang ada dikamar Ve itu? Sungguh aku benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi!
             Jadi..Ve yang di kamarnya bukan Veranda ku, bukan juga teman-teman di kos, karena hari ini hanya ada aku, Ve, dan Frieska. Hanya kami bertiga, mungkin bukan bertiga tapi masih ada “mereka”.

((( Devi Kinal Putri )))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar